Jumat, 19 April 2013

Senin, 15 April 2013

BIOGRAFI IMAM SYAFI”I Rohimahulloh




Dia adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin syafi’I
bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al - Mutthalib bin Abdi Manaf bin
Qushai Al-Qurasyi Al – Mathalib Asy – Syafi’i Al-hijazi Al-Makki, anak paman Rasulullah
Shallallahu Alai wa Sallam yang bertemu silsilsilahnya dengan Rasulullah pada Abdu
Manaf.
Para ulama sepakat bahwa ia lahir pada tahun 150 Hijriyah,yaitu pada tahun
meninggalnya Imam Abu Hanifah Rahimahumullah. Bahkan, ada yang mengatakan kalau
ia lahir pada hari yang sama ketika Abu Hanifah Wafat.
Imam An-Nawawi berkata, ”Ketahuilah bahwa sesungguhnya Imam Asy-syafi’I
adalah termasuk manusia pilihan yang mempunyai akhlak mulia dan mempunyai peran
yang sangat penting dalam sejarah islam.
Pada diri Imam Asy-Syafi’i terkumpul berbagai macam kemuliaan karunia Allah, di
antaranya nasab yang suci bertemu dengan nasabnya Rasulullah dalam satu nasab dan
garis keturunan yang sangat baik semua ini merupakan kemuliaan paling tinggi yang
tidak ternilai dengan materi .

Awal menuntut ilmu dan kecerdasannya
Dari Abu Nu’aim dengan sanad dari Abu Bakr bin Idris juru tulis Imam Al-
Humaidi, dari Imam Asy-syafi’i, dia berkata, aku adalah seorang yatim di bawah asuhan
ibuku. Ibuku tidak mempunyai dana guna membayar seorang guru untuk mengajariku.
Namun, seorang guru telah mengizinkan diriku untuk belajar dengannya, ketika ia
mengajar yang lain. Tatkala aku selesai mengkhatamkan Al-Qur’an, aku lalu masuk
masjid untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan para ulama. Dalam pengajian itu,
aku hafalkan hadits dan permasalahan-permasalahan agama. Waktu itu aku masih tinggal
di Makkah, di suku khif.
Akibat kemiskinanku ,ketika aku melihat tulang yang menyerupai papan, maka
tulang itu ku ambil untuk aku gunakan menulis hadist dan beberapa permasalahan
agama. Di daerah kami terdapat tempat sampah, ketika tulang yang aku tulis sudah
penuh, maka tulang itu aku buang disana.
Imam Al - Baihaqi dengan sanadnya dari Mus’ab bin Abdillah Az-Zabiri, dia
berkata, ”Imam Asy –syafi’i memulai aktivitas keilmuannya dengan belajar sya’ir, sejarah
dan sastra. Setelah itu baru menekuni dunia fikih.”
Sebab ketertarikan Imam Asy-syafi’i terhadap fikih bermula dari suatu ketika dia
berjalan dengan mengendarai binatang, sedang di belakangnya kebetulan sekretaris Ubay
sedang mengikutinya.
Berangkat dari perkataan inilah, Imam Asy-Syafi’i melantunkan bait sya’ir ,
sehingga sekretaris Ubay memacu kendaraannya agar berjalan lebih cepat lagi untuk
menghampirinya. Ketika sudah mendekat dengan Imam Asy-Syafi’i, ia lalu berkata “orang
sepertimu akan kehilangan muru’ah kalau hanya serperti ini saja. Di mana
kemampuanmu dibidang fiqih?
Berangkat dari inilah Imam Asy Syafi’i , belajar ilmu fikih kepada Imam Malik bin
Anas. Adz –Dzabi berkata “dari Imam Asy-Syafi’i, dia berkata “aku telah mendatangi
Imam Malik, sedang usiaku baru 13 tahun, demikian berdasarkan riwayat ini. Akan tetapi
secara zhahir, nampaknya usianya pada saat itu adalah dua puluh tiga tahun.

Sebelum mendatangi Imam Malik, aku terlebih dahulu mendatangi saudara
sepupuku yang menjabat walikota madinah. Kemudian saudara sepupuku mengantarku
ke Imam Malik, saudara sepupuku lalu berkata kepadaku, ”carilah seorang guna
menyeleksi bacaan Al-Qur-anmu!” Lalu aku menjawab, aku mencari guru untuk membaca
Al-Qur-an!Lalu, aku menghadapkan bacaanku kepada Imam Malik. Barangkali bacaanku
sudah jauh, akan tetapi ia memintaku untuk mengulanginya, sehingga aku pun
mengulangi bacaan Al-Qur’anku lagi yang membuatnya terkagum kagum, ketika aku
bertanya kepada Imam Malik beberapa masalah dan dijawabnya, maka Imam Malik lalu
berkata ”apakah kamu ingin menjadi seorang hakim”
Setelah berguru kepada Imam Malik .Imam Asy-syfi’i lalu pindah ke yaman , dari
yaman lalu ia pindah ke Irak untuk menyibukkan dirinya dalam ilmu agama. Di Irak ia
berdebat dengan Muhammad bin Al-Hasan dan ulama lainnya. di sana ia sebarkan ilmu
Hadist, mendirikan madzhabnya dan membantu perkembangan sunnah. Hasilnya, nama
dan keutamaan Imam Asy-syafi’i tersebar dan semakin dikenal hingga namanya
membumbung ke angkasa memenuhi setiap dataran bumi Islam.

Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Abu Nu’aim Al-Hafizh berkata, ”diantara ulama terdapat imam yang sempurna,
berilmu dan mengamalkannya, mempunyai keilmuan yang tinggi, berakhlak mulia dan
dermawan. Ulama demikian ini adalah cahaya diwaktu gelap yang menjelaskan segala
kesulitan dan ilmunya menerangi belahan Timur sampai Barat.
Madzhabnya di ikuti oleh orang banyak,baik yang tinggal di darat maupun dilautan
karena madzhabnya didasarkan pada sunnah, atsar dan sesuatu yang telah disepakati
para sahabat Anshar dan Muhajirin, dan terambil dari perkataan imam pilihan. Ulama itu
adalah Abu Abdilllah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Aimmah Al-Ahbar Al-Hijazi Al-
Muthalibi.
Dari Ayyub bin Suwaid, dia berkata, ”aku tidak pernah membayangkan kalau
dalam hidupku ini aku dapat bertemu dengan orang seperti Imam Asy-Syafi’i.
Ar-Razi berkata, ”sesungguhnya sanjungan dan pujian para ulama terhadap Imam
Asy-Syafi’i sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya.
Ibadah, Kewara’an dan Kezuhudannya
Bahr bin Nashr berkata, ”di masa Imam Asy-Syafi’i, aku belum pernah melihat dan
mendengar ada orang yang bertaqwa dan wira’i melebi Imam Asy-Syafi’i. Begitu juga aku
belum pernah mendengarkan ada orang yang melantunkan Al-Qur’an dengan suara yang
lebih bagus darinya.”
Al - Husain Al Karabisi berkata, ”Aku bermalam bersama Asy Syafi’i selama
delapan puluh malam, dia selalu sholat sekitar sepertiga malam. Dalam sholatnya, aku
juga tidak pernah melihatnya membaca Al-Qur’an kurang dari delapan puluh ayat, kalau
pun lebih tidak lebih dari seratus ayat, ketika membaca ayat yang berisi rahmat, maka ia
selalu berdoa untuk dirinya dan orang mukmin semuanya. Dan ketika membaca ayat
yang berisi adzab, maka ia selalu memohon perlindungan dari Allah untuk dirinya dan
orang mukmin semuanya. Kalau aku perhatikan, maka seolah olah rasa takut dan penuh
harap berkumpul dan bersatu menjadi satu dalam dirinya.

Kedermawanan
Ibnu Abdil Hakam mengatakan bahwa Imam Asy-Syafi’i adalah orang yang paling
dermawan terhadap sesuatu yang ia miliki. Ketika ia lewat di tempat kami dan tidak
melihat diriku maka ia meninggalkan pesan agar aku datang kerumahnya. Oleh karena itu
aku sering makan siang dirumahnya.

Ketika aku duduk bersamanya untuk makan siang, maka ia menyuruh budak
perempuannya agar memasak makanan untuk kami. Lalu ia tetap setia menunggu di meja
makan hingga kami selesai dari makan.Dari Ar-Rabi’ bin sulaiman, ia berkata ”ketika
Imam Asy-Syafi’i sedang meniki keledai melewati pasar, maka tanpa sadar cemeti
ditangannya jatuh mengenai salah seorang tukang sepatu, sehingga ia pun turun
mengambil cemeti dan mengusap orang tersebut. Kemudian Imam Asy-Syafi’i berkata Ar-
Rabi’, ”berikan uang Dinar yang ada padamu kepadanya,” Ar-Rabi’ berkat ”Aku tidak
tahu, enam atau sembilan dinar yang aku berikan kepada tukang sepatu tersebut.

Keteguhan Mengikuti Sunnah dan Celaannya Terhadap Ahli Bid’ah
Dari Abu Ja’far At-Tirmidzi, ia mengatakan, ”ketika aku ingin menulis kitab
tentang pemikiran,tiba tiba dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Aku
bertanya kepada beliau, ya Rasulullah, apakah aku perlu menulis pemikiran Imam Asy-
Syafi’i ? Maka beliau bersabda, ”sesungguhnya itu bukan pemikiran, Akan tetapi, itu
adalah bantahan terhadap orang orang yang menentang sunnah-sunnahku.
Ketika Seseorang bertanya, ”Wahai Abu Abdillah, apakah kami boleh mengamalkan
Hadist dari Rasulullah itu shahih dan aku tidak menggunakannya, maka aku bersaksi
kepada kalian bahwa akalku telah hilang.
Dalam kesempatan lain Imam Asy-Syafi’i mengatakan, ”Apabila hadist itu adalah
shahih maka ketahuilah bahwa sesungguhnya itu adalah mazhabku .
Syafi’i, pernah berkata, ”Seorang hamba melakukan semua jenis dosa selain syirik
kepada Allah itu masih lebih baik daripada hamba yang bemain-main dengan hawa
nafsunya.

Kepandaiannya Berkarya dan karya-karyanya membawa manfaat
Imam Asy-Syafi’i adalah orang pertama kali yang berkarya dalam bidang Ushul Al-
Fiqh dan Ahkam Al-Qur’an. Para ulama dan cendekia terkemuka pada mengkaji karyakarya
Imam Asy-Syafi’i dan mengambil manfaat darinya.
Imam Asy-Syafi’i telah menulis kitab Ar-Risalah. Padahal pada saat itu Imam Asy-
Syafi’i masih sangat muda. Dan masih banyak lagi karya-karyanya yang lain.
Dan beliau juga pandai dalam bersyair dan berkata mutiara, seperti:
-Ilmu bukanlah sesuatu yang dihafal,tetapi ilmu adalah sesuatu yang ada manfaatnya.
-Barangsiapa membenarkan ajaran Allah, maka ia akan selamat. Barangsiapa
memperhatikan agamanya, maka ia akan selamat dari kehinaan.barangsiapa zuhud di
dunia, maka hatinya akan ditenangkan Allah dengan memperlihatkan padanya
balasan yang baik.

Guru dan Murid-muridnya
Guru-guru beliau : Al-Hafiz berkata, ”Imam Asy-Syafi’i berguru kepada muslim bin
khalid Az-Zanji, Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad, Sa’id bin Salim Al-Qaddah, Ad-
Darawardi, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi, dan banyak lagi yang lainnya.
Murid-murid beliau : Adalah Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi, Abu Bakar Abdullah
bin Az-Zubair Al-Humaidi, Ibrahim bin Al-mundzir Al-Hizami, Imam Ahmad bin Hambal,
dan yang lainnya.

Wasiat beliau
Sesunggunya beliau berwasiat kepada dirinya sendiri dan orang yang mendengar
wasiatnya ini untuk tetap menghalalkan sesuatu yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya
dan dihalalkan oleh Nabi-Nya, dan mengharamkan sesuatu yang diharamkan dalam
sunnah utusan-Nya.
Janganlah melampaui batas-batas ketentuan yang dihalkan maupun yang
diharamkan tersebut dengan hal hal lain. Sesungguhnya orang orang yang melampaui
batas batas ketentuan tersebut berarti meninggalkan kewajiban yang ditetapkan Allah.

Sakit dan Meninggalnya Beliau
Dia menderita penyakit yang kronis, sampai sampai darahnya mengalir ketika dia
sedang menaiki kenderaannya. Aliran darah itu berceceran sampai memenuhi celana
,kenderaan dan telapak kakinya .
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, ”Imam Asy-Syafi’i meninggal pada malam jum’at
setelah maghrib. Pada waktu itu aku berada disampingnya. Jasadnya di makamkan pada
hari jum’at setelah ashar, hari terakhir di bulan rajab. Ketika kami pulang dari mengiringi
jenazahnya kami melihat hilal bulan sya’ban tahun 204 Hijriyah.
Demikian yang dapat kami paparkan sedikit tentang Biografi Imam Asy-Syafi’i.
Setelah mengetahuinya, hati ini tersa rindu ingin bersamanya menikmati pemikirannya
yang sempurna, pancaran kepadaiannya dan berkah kata-katanya.

Wallahu a’lam bishowab.
   



           
Maraji’ : Kitab Min A’lam As-salaf, karya Syaikh Ahmad Farid


BELAJAR TATA CARA IJAB QABUL BERSAMA USTADZ MASDUKI (MODIN Ds.TEGOREJO)





Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu adanya:
1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul
• Wali
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [1]
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [2]
Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [3]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]
Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]
Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang shahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]
Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,
“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, ‘Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini: ‘Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang aku akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[6]
Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. Dalam hadits ini, Ma’qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih tentang disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang perwalian. Jika tidak, niscaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah perwaliannya) tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir menyebutkan bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal itu.” [7]
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[8]
Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk menikah, baik janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya: ayahnya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki pamannya…” [9]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan wali. Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain (wali)nya. Juga tidak boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk menikahkannya. Jika ia melakukannya, maka nikahnya tidak sah. Menurut Abu Hanifah, wanita boleh melakukannya. Akan tetapi kita memiliki dalil bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”
• Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan
Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta ijinnya.” Para Shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam saja.” [11]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya). [12]
• Mahar
“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4]
Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.
Mahar (atau diistilahkan dengan mas Kimpoi) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar, bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses pernikahan.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” [13]
‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [14]
Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. [15]
Quote: • Khutbah Nikah
Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu, yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. [16] Adapun teks Khutbah Nikah adalah sebagai berikut:
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” [Ali ‘Imran : 102]
“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa' : 1]
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, nis-caya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan meng-ampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab : 70-71]
Amma ba’du

Rukun Nikah
Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan menyebabkan timbulnya sisa rukun yang lain.
o Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
o Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/ kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.
Dalam menikah dalam ajaran agama islam ada aturan yang perlu dipatuhi oleh calon mempelai serta keluarganya agar perkawinan yang dilakukan sah secara agama sehingga mendapat ridho dari Allah SWT. Untuk itu mari kita pahami dengan seksama aturan, rukun, pantangan dan persayaratan dalam suatu perkawinan.
A. Syarat-Syarat Sah Perkawinan/Pernikahan
1. Mempelai Laki-Laki / Pria
- Agama Islam
- Tidak dalam paksaan
- Pria / laki-laki normal
- Tidak punya empat atau lebih istri
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
- Bukan mahram calon istri
- Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
- Cakap hukum dan layak berumah tangga
- Tidak ada halangan perkawinan
2. Mempelai Perempuan / Wanita
- Beragama Islam
- Wanita / perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
- Bukan mahram calon suami
- Mengizinkan wali untuk menikahkannya
- Tidak dalam masa iddah
- Tidak sedang bersuami
- Belum pernah li’an
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umrah
3. Syarat Wali Mempelai Perempuan
- Pria beragama islam
- Tidak ada halangan atas perwaliannya
- Punya hak atas perwaliannya
4. Syarat Bebas Halangan Perkawinan Bagi Kedua Mempelai
- Tidak ada hubungan darah terdekat (nasab)
- Tidak ada hubungan persusuan (radla’ah)
- Tidak ada hubungan persemendaan (mushaharah)
- Tidak Li’an
- Si pria punya istri kurang dari 4 orang dan dapat izin istrinya
- Tidak dalam ihram haji atau umrah
- Tidak berbeda agama
- Tidak talak ba’in kubra
- Tidak permaduan
- Si wanita tidak dalam masa iddah
- Si wanita tidak punya suami
5. Syarat-Syarat Syah Bagi Saksi Pernikahan/Perkawinan
- Pria / Laki-Laki
- Berjumlah dua orang
- Sudah dewasa / baligh
- Mengerti maksud dari akad nikah
- Hadir langsung pada acara akad nikah
6. Syarat-Syarat/Persyaratan Akad Nikah Yang Syah :
- Ada ijab (penyerahan wali)
- Ada qabul (penerimaan calon suami)
- Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara.
- Ijab dan kabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihrom haji/umroh.
B. Rukun-Rukun Pernikahan/Perkawinan Sah
- Ada calon mempelai pengantin pria dan wanita
- Ada wali pengantin perempuan
- Ada dua orang saksi pria dewasa
- Ada ijab (penyerahan wali pengantin wanita) dan ada qabul (penerimaan dari pengantin pria)
C. Pantangan / Larangan-Larangan Dalam Pernikahan/Perkawinan
- Ada hubungan mahram antara calon mempelai pria dan wanita
- Rukun nikah tidak terpenuhi
- Ada yang murtad keluar dari agama islam
D. Menurut Undang-Undang Perkawinan
- Perkawinan/pernikahan didasari persetujuan kedua calon mempelai
- Bagi calon yang berusia di bawah 21 tahun harus punya izin orang tua atau wali yang masih ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus atau melalui putusan pengadilan
- Umur atau usia minimal untuk menikah untuk pria/laki-laki berusia 19 tahun dan untuk wanita/perempuan berumur paling tidak 16 tahun.


I . IJAB DAN QOBUL BAHASA INDONESIA.
Ijab :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ – اَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمِ -  اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ- وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
(Istighfar dibaca 3 kali)
SAUDARA/ANANDA _________________ BIN________________
SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU DENGAN _____________________YANG BERNAMA :_______________________
DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : ______________________, TUNAI.
Atau :
SAUDARA/ANANDA _________________ BIN________________
SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ANAK SAYA/KEPONAKAN SAYA/ADIK SAYA YANG BERNAMA _____________________ KEPADA ENGKAU.
DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : ______________________, TUNAI.
Qobul :
SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA
_______________ BINTI _______________
DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI.

II . IJAB DAN QOBUL BAHASA ARAB.
Ijab :
اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِِِ الرَّحِيْمِ *
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ … ×3 مِنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ وَاَتُوْبُ ِالَيْهِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ * وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ *
بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُِللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ للهِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِاللهِ وَعَلى آلِهِ وَاَصْحَا بِهِ وَمَنْ تَبِـعَهُ وَنَصَـَرهُ وَمَنْ وَّالَهُ – وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ اَمَّا بَعْدُ : أُوَصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَي الله فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْن -
يَا ……….. بِنْ ………… ! اَنْكَحْـتُكَ وَزَوَّجْـتُكَ ِابْنَتِيْ ………………………….. بِمَهْرِ ………….. نَـقْدًا.
Qobul :
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيـْجَهَا بِالْمَهْرِالْمَذ ْكُوْرِ نَـقْدًا

(penataan tempat) Pada Prosesi Akad Nikah

Lay out personil pada acara akad nikah
Keterangan :
1. Wali
2. Petugas KUA Kecamatan (Penghulu)
3. Khatib (pembaca khutbah nikah)
4. Pembaca do’a
5a. Calon mempelai pria
5b. Calon mempelai wanita
6a. Saksi dari pihak pria
6b. Saksi dari mempelai wanita
7a. Keluarga dari mempelai pria
7b. Keluarga dari mempelai wanita
8 . MC dan Qori’

Dalam candaan, sepertinya kita (baca: aku) sering menirukan kalimat lafadz ijab qabul dalam akad nikah. “Saya terima nikah dan kawinnya bla..bla..bla.. dengan seperangkat alat sholat… dst,” demikian misal contohnya. “SAH,” ucap kita. Selidik punya selidik, belajar dari pengalaman menyaksikan ijab qabul dalam akad nikah kawan-kawanku, ternyata hal yang nampak sepele ini tidak seperti yang nampak. Sering sekali dalam pembacaan ijab qabul seperti itu harus diulang beberapa kali sehingga bisa dijawab oleh para saksi dengan jawaban “SAH”. Setidaknya diulang dua kali. Aku lebih banyak menyaksikan pengucapan ijab qabul yang diulang daripada yang hanya satu kali langsung “SAH”.
Mengingat hal-hal di atas, bagi kita yang belum menikah atau yang hendak menikah untuk kedua kalinya atau seterusnya, aku mengajak agar kita belajar mengucapkan lafadz ijab qabul yang benar melalui pembelajaran dari kesalahan-kesalahan orang di sekitar kita. Kita berharap kesalahan-kesalahan di bawah ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita sehingga kita bisa mengucap lafadz ijab qabul yang benar dan tepat hanya dengan sekali saja.